Kamis, 24 Januari 2013

Maulid Nabi Muhammad SAW


Hari itu, di tahun gajah
Bulan Rabiul Awal hari kedua belas
Semesta beryukur kepada Tuhan
Atas turunnya seseorang
Tak hanya rasul, ialah pemimpin atas segala makhluk Tuhan
Pembawa rahmat dan berkah
Pengiring cahaya Ilahi menuju kedamaian abadi
Pembawa nurulhuda dari lauhulmahfudz
Penyampai pesan nan mulia
Ialah jiwa yang suci, Rasulullah Muhammad Saw.

Peringatan Maulid atau hari lahir Nabi Muhammad SAW, harus dapat dimaknai sebagai momentum untuk memperbaiki perilaku guna mendapatkan predikat "akhlakul karimah" atau akhlak yang mulia.
Peringatan dalam berbagai bentuk kegiatan selama ini tidak yang dilaksanakan di berbagai daerah menjadi masalah, jika tujuan utama kedatangan Nabi Muhammad SAW diamalkan. Namun, jika peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak diiringi dengan perbaikan dan penyempurnaan akhlak, maka kegiatan tersebut sekadar acara seremonial.

Syaikh Athiyah mejelaskan urutan sejarah Maulid sebagai berikut:
Pertama:
Di Mesir. Orang-orang Dinasti Fathimiyyah merayakan berbagai macam Maulid untuk ahlul bait. Yang pertama kali melakukan adalah Al Muiz Lidinillah (341-365H) pada tahun 362 H. Mereka juga merayakan Maulid Isa (natalan) sebagaimana dikatakan oleh Al Maqrizi as-Syafi’i dalam kitab As Suluk Limakrifati Dualil Muluk. Kemudian Maulid Nabi- begitu pula Maulid-Maulid yang lain- pada tahun 488 H karena Khalifah Al Musta’li Billah mengangkat Al Afdhal Syahinsyah ibn Amirul Juyusy Badr Al Jamali sebagai mentri. Ia adalah orang kuat yang tidak menentang ahlus sunnah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Atsir dalam kitabnya Al Kamil: 5/302. Hal ini berlangsung hingga kementerian diganti oleh Al Makmun Al Bathaihi, lalu ia mengeluarkan instruksi untuk melepas shadaqah (zakat) pada tanggal 13 Rabiul Awal 517 H, dan pembagiannya dilaksanakan oleh Sanaul Malik.

Kedua:
Di Mesir. Ketika datang Dinasti Ayyubiyah (yang dimulai pada saat Shalahuddin Al Ayyubi menggulingkan khalifah Fathimiyyah terakhir Al Adhidh Lidinillah pada tahun 567 H/ 1171 M) maka dibatalkanlah semua pengaruh kaum Fatimiyyin di seluruh wilayah negara Ayyubiyah, kecuali Raja Muzhaffar yang menikahi saudari Shalahuddin Al Ayyubi ini. Perayaan Maulid ini kembali dihidupkan di Mesir pada masa Mamalik, pada tahun 922 H oleh khalifah Qanshuh Al Ghauri. Kemudian, tahun berikutnya 923 H ketika Orang-Orang Turki Utsmani memasuki Mesir maka mereka meniadakan Maulid ini. Namun setelah itu muncul kembali. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Iyas.

Ketiga:
Di Irak. Kemudian di awal abad ke-7 H perayaan Maulid menjadi acara resmi di kota Arbil, melalui Sultan Muzhaffaruddin Abu Said Kukburi ibn Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin. Dia seorang Sunni (bukan Syi’ah seperti Bani Ubaid Fatimiyyin). Dia membuat kubah-kubah di awal bulan Shafar, dan menghiasinya dengan seindah mungkin. Di hari itu, dimeriahkan dengan nyanyian, musik dan hiburan qarquz,  Gubernur menjadikannya sebagai hari libur nasional, agar mereka bisa menonton berbagai hiburan ini. Kubah-kubah kayu berdiri kokoh dari pintu benteng sampai pintu Al Khanqah. Setiap hari setelah shalat ashar Muzhaffaruddin turun mengunjungi setiap kubah, mendengarkan irama musik dan melihat segala yang ada di sana. Ia membuat perayaan Maulid pada satu tahun pada bulan ke delapan, dan pada tahun yang lain pada bulan ke 12. Dua hari sebelum Maulid ia mengeluarkan onta, sapi dan kambing. Hewan ternak itu diarak dengan jidor menuju lapangan untuk disembelih sebagai hidangan bagi masyarakat.


 
Referensi 
  • http://filsafat.kompasiana.com/2013/01/24/maulid-nabi-muhammad-saw-sebagai-teladan-dalam-mencari-pemimpin-bangsa-527517.html
  •  http://www.fimadani.com/sejarah-perayaan-maulid-nabi-muhammad/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar